Gadis Mungil
Terlihat olehku tubuh mungil
yang melintas di kejauhan..
Pakaiannya lusuh
memperlihatkan kekurangan.
Paras ayunya tertutup debu mencerminkan keluguan..
Dan..
Ia mendekatiku..
Ku tatap matanya,
Paras ayunya tertutup debu mencerminkan keluguan..
Dan..
Ia mendekatiku..
Ku tatap matanya,
Ada selintas rasa yang tak
dapat ku artikan..
Tak dapat ku baca dan tak
dapat ku rasakan..
Semua itu karena ia tersenyum kepadaku.
Senyum yang begitu menawan.
Semua itu karena ia tersenyum kepadaku.
Senyum yang begitu menawan.
Hingga ia mengulurkan
tangannya..
Tanda akan bujukan akan nurani yang terdalam.
Tanda akan bujukan akan nurani yang terdalam.
Kembali ku lihat tangannya..
Garis – garis tangan yang tak
mengerti akan apa yang ia cari dan ia minta..
Yang ia tau hanya uang..
Dan kembali..
Rasa yang tak dapat ku artikan,mengusik sukma yang terdalam..
Hingga ia pergi dari hadapanku,
Yang ia tau hanya uang..
Dan kembali..
Rasa yang tak dapat ku artikan,mengusik sukma yang terdalam..
Hingga ia pergi dari hadapanku,
Dengan senyum manis terakhir di bibirnya yang
ia tujukan kepadaku.
Aku baru bisa mengartikan..
Rasa itu rasa Malu.
Aku baru bisa mengartikan..
Rasa itu rasa Malu.
Menurutku setiap orang memiliki kelebihan
serta kekurangan masing – masing, baik itu dilihat dari segi fisiknya,
kehidupannya, perekonomiannya dan lain sebagainya yang dapat dijadikan tolak
ukur untuk menilai atau membandingkan seseorang. Entah apa yang ditakdirkan
Tuhan untuk kita, kita tidak pernah tau apa dan bagaimana kita akan menjalaninya.
Yang pasti aku tau hidup adalah pilihan. Memilih untuk hidup tetap seperti apa yang
diberikan oleh Tuhan. Atau memilih untuk hidup lebih baik dari apa yang
diberikan oleh Tuhan dari awal, yang tentunya memiliki usaha untuk itu.
Melihat pengemis yang ku temui tersebut aku
jadi belajar banyak hal. Walaupun sepintas tapi sangat berarti bagiku. Dalam
pandanganku, jika ada orang yang mengatakan bahwa pengemis sengaja menjadi
pengemis agar bisa mendapatkan uang dengan cara yang mudah, itu salah. Perlu perjuangannya
yang besar untuk melakukan hal itu, menyeimbangkan logika dan nurani. Tentang rasa
malu dan tuntutan hidup. Mungkin bagi kita, kita berpikir “Buat apa jadi
pengemis jika masih punya tenaga dan masih bisa melakukan sesuatu yang layak
untuk memperoleh uang?”. Dan mungkin saja, bagi mereka “Buat apa kami harus
jadi pengemis? Jika kami bisa seperti kalian, yang dilahirkan di keluarga yang
lebih layak dari awal”.
Tapi terlepas dari semua perbedaan
pandangan yang mungkin kita miliki. Saatnya kita mengulurkan tangan kita untuk
membantu mereka. Bukan uluran tangan yang memberikan koin Rp 1000. Tapi uluran
tangan yang dapat menarik mereka, menepuk bahu, dan merangkul mereka.
Menyadarkan bahwa “Kamu tak sendiri, ada Aku yang ada untukmu. Hingga Kita
dapat mengatasi ini bersama – sama, dan Kamu tidak harus menjadi Pengemis lagi.
Kamu harus menjadi sepertiku”.
Semoga kita nantinya kita menjadi
pribadi – pribadi yang sukses. Yang dapat melihat merasakan bahkan membantu
setiap orang yang kesusahan. Jika Aku belum dapat mewujudkannya, maka Kamu yang
menyempatkan membaca tulisanku ini yang akan mewujudkannya. Kita selalu dalam
lindungan Tuhan. Love God more than everything..
Karlina Prastuti,Desember 2012.
Komentar
Posting Komentar