Tentang Wanita yang Berjuang Demi Keluarga (1)

Saya mengenal seorang wanita yang bekerja harian lepas sebagai pekerja rumah tangga di rumah kakak saya. Saya tidak ingin menyebutnya sebagai pembantu rumah tangga atau semacamnya, ya intinya beliau bekerja sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Pekerjaan yang beliau lakukan dimulai dari jam 8 pagi hingga jam 1 siang. Saya masih ingat dulu sebelum pekerjaan itu diambil, beliau membuka jasa laundry di rumah kontrakannya, karena suatu dan lain hal  beliau harus pindah kemudian mencari pekerjaan baru, hingga akhirnya melakukan pekerjaannya saat ini.
              Kadang saya terenyuh melihatnya, kenapa? Karena beliau bekerja sambil membawa anaknya yang masih berumur kurang lebih 3 bulan serta sesekali dua anaknya yang masih SD. Begitu banyak pergunjingan dari orang – orang ketika pertama kali ibu ini bekerja, “Kenapa anak masih bayi tapi udah diajak kerja?”, “Suaminya ke mana? Kenapa ngasi kerja?” dan sekian banyak komentar yang menyudutkan suaminya yang juga pergi pagi pulang malam demi keluarganya. Tapi itu hanya sebagian komentar yang tidak diketahui oleh tetangga atau orang lain. Masyarakat hanya bisa berkomentar tentang apa yang mereka lihat secara kasat mata tanpa mau sedikit merasakan “apa” yang dirasakan orang lain, tanpa pula  pernah berpikir bahwa komentar – komentar negatif yang tidak sadar mereka ucapkan bisa menyakiti perasaan orang lain.
Pernah sekali Ibu ini ingin berhenti bekerja karena dilarang oleh suaminya, alasannya karena suaminya tidak tahan dengan komentar – komentar tetangga yang menyudutkannya. Hal yang perlu dimaklumi karena itu soal harga diri, tapi bicara soal harga diri, istrinya tidak melakukan hal – hal yang memalukan seperti mengemis kepada orang lain, beliau bekerja lalu dibayar dan tidak ada yang salah dengan hal itu. Persetan dengan omongan tetangga, mereka hanya bisa berkomentar, tapi hidup yang kita jalani tidak bisa dibayar dengan komentar – komentar orang lain. Uang sekolah anak serta kebutuhan pokok rumah tangga tidak bisa dibeli dengan omongan orang. Kakak saya juga tidak tega ketika pertama kali ibu ini bekerja karena saat itu anaknya berumur kurang dari satu bulan, tapi dengan segala tekadnya ibu ini meminta pekerjaan dan itu yang bisa diberikan, jadi hal yang sangat terpuji untuk seorang istri yang berusaha berjuang demi menyokong perekonomian keluarganya. Dan akhirnya, ibu ini diijinkan kembali bekerja.
Terlepas dari persoalan pribadi ibu tersebut, saya melihat betapa besarnya perjuangan seorang ibu serta istri demi keluarganya atau rumah tangganya. Bagi saya rumah tangga adalah sebuah kerja sama yang dibentuk antar dua individu yang secara iklas dan bersama – sama untuk mencapai tujuan yang disepakati dengan segala konsensinya baik suka maupun duka. Kerja sama, berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing, karena beliau merasa mampu untuk bekerja jadi pekerjaan itu dilakukan. Tidak ada harga diri orang lain yang dilukai, asal semua hal dikomunikasikan secara baik – baik dan mendapat persetujuan kedua belah pihak (suami atau istri), kalau salah satu tidak sepakat berarti tidak dijalankan. Jadi apa yang dilakukan oleh ibu ini adalah bagian dari berumah tangga.
Ada banyak cerita rumah tangga di dunia ini yang sering kita dengar seperti suami bekerja dan istri diam di rumah, suami di rumah istri kerja, suami dan istri sama – sama bekerja, segala macam cerita yang sebenarnya sudah mereka sepakati secara sadar maupun tidak sadar. Soal komentar orang lain? Hal yang sudah lumrah, setiap orang berkomentar hanya untuk mendukung kondisinya saat itu dan menolak kondisi orang lain, tergantung dari sudut mana ia berada.
Tentang ibu yang harus bekerja mencari nafkah sembari mengurus anak adalah hal yang tidak habis untuk diceritakan, belum harus bekerja, harus menyusui harus mengurus anak yang lain, ini juga terjadi pada ibu rumah tangga yang full mengurus rumah. Bersyukur jika ada yang membantu, jika tidak terpaksa harus diurus sendiri (belum lagi soal mengurus kebutuhan suami). Ada banyak ibu yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri demi keluarganya. Penghargaan dan rasa terima kasih adalah hal yang cukup bagi mereka. Atau mungkin pelukan anak dan suaminya adalah bayaran yang mahal bagi mereka.
Saat ini, kapanpun dan dimanapun kita selalu diajarkan untuk berterima kasih kepada keluarga untuk kondisi kita saat ini, untuk lebih bersyukur dan menghargai apa yang telah kita miliki. Lebih keras berjuang demi masa depan untuk kebaikan rumah tangga yang telah dan akan dibentuk. Lebih memilah mana kesenangan sementara dan mana yang sifatnya untuk jangka panjang. Dan telah harus memikirkan sejak dini bagi yang telah berumur, rumah tangga seperti apa yang akan dibangun, tujuan apa yang akan dicapai dan cara untuk memperolehnya, karena waktu bergerak dan umur tidak lagi lama. Kesimpulannya setelah ini, saya tidak akan boros lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Mungil

Sampah dan Kehidupan Di Sekeliling Kita