Wanita Bali (Dadong Mineh)
Dulu setiap liburan sekolah, aku
selalu pulang ke kampungku, Desa Sukawana, Kintamani. Maklum, aku berasal dari
sebuah desa terpencil yang terletak jauh dari keramaian, jadi aku harus
bersekolah di kota kabupaten, yaitu Kabupaten Bangli. Ketika aku masih menginjak
bangku SMP, ibuku mempunyai sebuah warung di pinggir jalan dekat rumahku,
sekedar mengisi waktu kesendirian beliau karena keempat anaknya termasuk aku,
tidak berada di kampong, jadi ibuku sendirian selain itu ayahku juga telah lama
meninggal.
Setiap pagi aku selalu berada di
warung ibuku untuk menemani ibuku menjaga warung. Setiap aku menemani ibuku
menjaga warung, aku selalu melihat seorang nenek tua yang melewati warungku. Tubuhya
mungil, kulitnya mulai keriput termakan usia, dapat ku rasakan, sendi- sendi
tulangnya telah lelah akan tuntutan duniawi. Setiap melewati warungku, nenek
tersebut pasti membawa “senjata” seperti keranjang, tali ataupun sabit dan
ketika sang fajar mulai tenggelam, beliau lewat depan rumahku entah itu membawa
rumput, membawa jeruk atu kayu bakar. Dan aku tahu nenek tua itu bernama Dadong Mineh (Dadong adalah bahasa Bali yang artinya nenek).
Aku bertanya kepada ibuku apakah
dadong Mineh tidak mempunyai keluarga, dan ibuku memberitahuku bahwa beliau
tidak mempunyai suami, anak, apalagi cucu, Dadong
Mineh hanya tinggal bersama sebuah keluarga yang mengenalnya dan harus
bekerja untuk keluarga yang ditumpanginya tersebut. Bersyukur juga masih ada
yang menampung beliau. Saat itu aku berpikir, kapan nenek tersebut akan bebas
menikmati masa tuanya tanpa harus bekerja keras? Hanya waktu yang mampu
menjawabnya.
Tapi hingga tulisan ini ku buat,
aku telah beranjak dewasa dan telah duduk di bangku kuliah. Banyak hal telah berubah
dalam kehidupanku, setiap liburan aku tak agi menemani ibuku menjaga warung,
itu karena ibuku tidak berjualan lagi. Tapi ada satu hal yang tidak berubah,
kehidupan Dadong Mineh masih seperti
dulu,bahkan bukankah usia beliau telah bertambah? Tapi tenaganya masih
kuat,masih mampu memikul beban jeruk di atas kepalanya.
Suatu hari ketika aku liburan
semester, Dadong Mineh datang ke
rumahku untuk memetik jeruk, karena jeruk di kebunku dibeli oleh keluarga yang
menampung Dadong Mineh. Selama beliau
memetik jeruk, aku mengikutinya. Ku amati cara beliau bekerja sambil sesekali
membantu memetik jeruk (salah satu hobbiku.hehe). Beliau bekerja dengan
telaten, tanpa mengenal lelah dan tidak banyak bicara. Hal itu sungguh
membuatku kagum.
Ada banyak pelajaran berharga
yang ku dapat dari Dadong Mineh, beliau menyadarkanku untuk melihat jauh
kedepan, memikirkan masa depan, dan berjuang untuk masa depan. Betapa
pentingnya pendidikan untuk masa depanku kelak. Masa muda kita gunakan untuk
menuntut ilmu, untuk bekerja, dan masa tua kita gunakan untuk menikmati jeri
payah kita saat kita muda. Dan yang paling penting adalah, betapa pentingnya
berkeluarga untuk menemani hidup kita kelak.
Aku selalu mengingat nasehat
ibuku,ketika aku selalu mengeluh dan menuntut sesuatu yang dimiliki oleh
temannku,saat itu ibuku pasti menasehatiku,”Jalani
saja hidup ini dengan tabah, roda kehidupan itu berputar. Belum tentu orang
yang kamu lihat bahagia hari ini, akan bahagia seterusnya. Itu hanya tergantung
usaha kita, kalau kamu tidak berkecukupan secara materi, bukankah kamu
berkecukupan secara kasih sayang dari ibu dan kakak - kakakmu?”.
Semoga tulisan ini bermanfaat,
semoga kita lebih bisa memaknai hidup dan lebih sabar menjalani kehidupan ini.
Dan semoga Tuhan selalu memberikan jalan yang terbaik untuk setiap langkah kita
di bumi. Love God.
Komentar
Posting Komentar