Maryam : Aku (Hanya) Seorang Perempuan



Wanita itu datang lagi ke tempat kami, menumpahkan segala beban yang ia rasakan. Entah sudah berapa banyak cerita yang ditampung oleh sudut – sudut ruangan ini dan  ruang – ruang di hati kami, bahkan jika sebuah dinding dapat berteriak pun, ia pasti sudah berteriak, sesak oleh cerita mereka. Sama seperti wanita muda itu, Mbak Maryam namanya (bukan nama sebenarnya), wanita muda yang sedang mengandung, mungkin usia kandunganya kurang lebih enam atau tujuh bulan. Mbak Maryam tinggal tepat di seberang jalan tempat kami. Sebenarnya saya jarang betemu dengannya, mungkin sesekali ketika saya datang mengunjungi kakak saya, disela – sela kesibukan mengurus skripsi, yaa derita mahasiswa tingkat akhir. Dia bercerita kalau dia jauh – jauh pindah dari Medan, hanya demi mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan ke Bali.
Seringkali dia datang ke tempat kami, ketika itu matanya pasti sembab habis menangis, tapi saya tidak pernah bertanya penyebabnya. Awal pertemuan kami, dia tidak pernah menceritakan apapun tentang hal yang dia alami, walaupun terlihat jelas bahwa ia menanggung banyak beban saat dia sedang mengandung. Hingga selang beberapa lama, mungkin karna ia merasa nyaman atau sudah tidak sanggup lagi menanggung bebannya sendiri, ia mulai terbuka dan bercerita tentang perlakuan – perlakuan yang ia alami dari suaminya. Sebenarnya tidak bercerita langsung kepada saya, saya termasuk orang yang pendiam ketika berhadapan dengan orang yang baru saya kenal dan jarang saya temui, Mbak Maryam lebih bercerita kepada kakak saya, sedangkan saya hanya menjadi pendengar sejati (atau menguping ya?). Seringkali suaminya marah – marah karena hal – hal kecil, seperti misalnya jika Mbak Maryam terlambat mengangkat telepon, maka teleponnya akan dibanting,jika terlambat menyambut suaminya pulang maka ia akan membanting barang – barang apapun di dekatnya, atau hal – hal lain yang membuat Mbak Maryam sering mengalami kekerasan fisik, tapi menurut saya yang jauh menyebabkan rasa sakit itu bukan kekerasan fisik semata, tapi sakitnya perasaan Mbak Maryam ketika menerima perlakuan – perlakuan yang tidak menyenangkan dari seseorang yang ia gantungkan hidupnya, yang ia cintai, seseorang yang ia percaya dan ia pilih untuk menemaninya sampai akhir, mengorbankan segalanya dan meninggalkan orang tuanya.
Setiap Mbak Maryam bercerita tentang kekerasan yang sudah ia alami, pasti di akhir dia selalu bilang, “Tapi sebenarnya dia baik kok, mungkin memang Mbak yang salah”, kata – kata yang sama, selalu sama. Saya berpikir mungkin memang begitu pengorbanan seorang istri, bahkan ketika sang suami melakukan sesuatu yang berat pun ia pasti membela suaminya bahkan cenderung menutupi kesalahannya (Oke, saya belum mengerti jauh karena saya belum menikah). Banyak hal yang Mbak Maryam ceritakan tentang pengorbanannya sebagai seorang istri, saya jadi kesal sendiri, apalagi mendengar cerita Mbak Maryam bahwa suaminya akan kembali baik ketika ia akan meminta berhubungan suami istri. Ya Tuhan,sebegitu tidak berharganyakah perempuan di mata “beberapa pria kejam” di muka bumi ini? Seringkali Mbak Maryam putus asa dengan keadaan yang ia alami, menangis bahkan memukul dirinya sendiri, padahal saat itu dia sedang hamil. Jauh dengan orang tuanya membuat ia sangat kesepian, apalagi handphone yang ia miliki untuk berkomunikasi dengan ibunya sudah dibanting hingga hancur berkeping – keeping oleh suaminya sendiri,”Maryam pinjam telepon Mbak Tu sebentar boleh?”, katanya pada kakak saya ketika ia rindu berbicara dengan ibunya.
Pertemuan terakhir kami adalah ketika Mbak Maryam mengalami kekerasan fisik, ya kekerasan fisik terakhir yang ia terima dari suaminya, saat itu ia berkata bahwa sudah tidak kuat lagi menerima perlakukan kasar dari suaminya, dan memutuskan untuk meninggalkan suaminya, walaupun sebenarnya ia belum siap dengan konsekuensi yang harus ia terima dari keputusannya itu, tapi dukungan orang tuanya di Medan menguatkannya. Ia harus hidup lebih baik, demi keselamatan janin yang ia kandung. Sedih sekali melihat Mbak Maryam saat itu, ia membeli koper secara diam – diam, membeli tiket dan mempersiapkan keperluan lainnya dengan uang yang dikirim oleh orang tuanya (secara diam – diam pula), sudah tidak ada cara lain lagi karena ia takut perlakuan suaminya akan semakin menjadi – jadi, apalagi suaminya memiliki mood yang tidak menentu, kadang kasar dan kadang baik. Akhirnya Mbak Maryam pergi meninggalkan kami mencari orang tuanya, meninggalkan cerita yang amat berkesan.
Menurut saya ketika seorang perempuan telah menerima seorang laki – laki untuk menjadi suami, itu berarti ia telah menyerahkan sisa hidupnya kepada suaminya, melepaskan diri dari perlindungan orang tuanya dulu dan berlindung di payung kehidupan baru yaitu suaminya sendiri. Hal itu bukan berarti sang suami dapat semena – mena memperlakukan istrinya, memperlakukan istri seperti boneka, berlaku seperti yang ia mau, oke itu merupakan hak suami, tapi jika disiksa merupakan kodrat seorang perempuan? Tidak, perempuan tidak dilahirkan untuk disiksa suami. Berdasarkan kodrat penciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia diciptakan berpasang – pasangan yang terdiri atas perempuan dan laki – laki yang saling membutuhkan satu sama lainnya, keduanya diciptakan berbeda agar bisa saling melengkapi sebagai makhluk sosial guna membangun suatu kekuatan baru yang lebih kuat dan bermanfaat (Dikutip dari essay yang ditulis oleh Animas Arlitaningtas, tapi saya lupa judul essay yang beliau tulis. hehehe). Jadi sudah sepantasnya menjadi laki – laki (suami) untuk menjaga perempuan yang telah ia pilih menjadi seorang istri, menuntunnya dengan kasih sayang yang ia miliki.
Mbak Maryam mungkin satu dari sekian perempuan yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan mungkin masih banyak lagi Maryam – Maryam di luar sana yang mengalami hal yang sama. Tapi kekuatan untuk menanggung beban atau bertahan dengan keadaan “disiksa” oleh suaminya itu berbeda pada setiap perempuan. Ada perempuan yang belasan tahun hidup dengan suami yang suka melakukan KDRT tapi tetap bertahan (berharap suaminya akan berubah), dan lama kelamaan KDRT merupakan sesuatu yang telah biasa ia terima, bukan hal yang patut dipertanyakan lagi karena sudah menjadi kebiasaan. Tapi ada juga perempuan yang tidak akan tahan dengan KDRT yang dilakukan oleh suaminya, mereka akan melakukan pemberontakan, bukan lari dari masalah, tapi mencari kebebasan untuk diri sendiri, perempuan juga berhak untuk bahagia. Memang KDRT belum tentu mutlak karena kesalahan pihak laki – laki, bisa saja terjadi karena kesalahan perempuan itu sendiri, tapi terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar, suatu masalah tidak harus diselesaikan dengan cara kekerasan, dalam hal ini komunikasi dari hati ke hati dengan kepala dingin yang sangat diperlukan.
            Mbak Maryam (hanya) seorang perempuan, perempuan itu lemah dari segi fisik (dibandingkan pria), iya Mbak Maryam (hanya) seorang perempuan, yang tidak memiliki kapasitas yang banyak dalam rumah tangga, dari segi pengambilan keputusan dan hal – hal yang bersifat prinsip lainnya. Iya, Mbak Maryam (hanya) seorang perempuan, yang kekuatannya bathinnya lebih dari kekuatan fisik yang ia miliki, hanya seorang perempuan yang tetap menjaga apa yang dititipkan Tuhan kepadanya. Menjaga kemuliaan yang diberikan oleh Tuhan, untuk terlahir menjadi seorang perempuan. Bukankah seorang laki – laki juga terlahir dari rahim perempuan? Semoga laki – laki di luar sana, yang “kerap” melakukan KDRT bisa sadar bahwa perempuan itu adalah makhluk Tuhan yang butuh perlindungan, ketika mereka membuat kesalahan dalam rumah tangga, kekerasan bukanlah penyelesaiannya, setegar apapun mereka kelihatan mereka patut dijaga ketenangannya, dilindungi hak – haknya sebagai seorang perempuan atau istri. Karena perempuan harus memiliki harga diri, tapi tidak dengan menginjak – injak harga diri seorang laki – laki, begitu pula sebaliknya.
(Ketika tulisan ini saya buat, Mbak Maryam sudah melahirkan putri yang cantik seperti malaikat. Semoga bisa menjadi perempuan yang tangguh dan membahagiakan Mbak Maryam kelak ya. Dan semoga tidak ada lagi Maryam – Maryam yang bernasib sama.)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Mungil

Tentang Wanita yang Berjuang Demi Keluarga (1)

Sampah dan Kehidupan Di Sekeliling Kita