DONGENG SEBATANG POHON




Kemarilah nak, akan aku ceritakan padamu sebuah kisah tentang sebatang pohon tua. Sebuah pohon yang telah hidup beratus – ratus tahun lamanya. Ia telah hidup dalam beberapa masa, beberapa zaman, menjadi saksi sejuta peristiwa, kisah suka dan duka, yang menjalar pada setiap akar, ranting, daun dan terkubur begitu saja. Dia si pohon tua, tinggi besar, kokoh dan angkuh menjulang langit.
                Jika kau percaya bahwa sebuah pohon juga punya kehidupan, maka dengarkanlah aku. Aku tumbuh berkat seekor burung yang membawaku ke sebuah hutan, hutan yang rimbun. Ketika aku menampakkan pucuk daun pertamaku, keluargaku begitu melindungiku. Dijatuhinya aku dengan daun – daun mereka agar aku tumbuh subur, tinggi dan besar seperti mereka. Bertahun – tahun lamanya, sering aku lihat binatang - binatang bermain di sekitarku, hidup berdampingan dan saling melindungi seperti keluargaku.
                Tahun – tahun berganti, pada suatu masa ada makhluk asing masuk dalam kehidupanku. Dipungutinya buah – buah, dan ranting – rantingku dengan sopannya. Mereka juga berlindung pada keluargaku. Kami hidup saling menghormati satu sama lain, aku menjaga mereka dan mereka juga menjagaku. Waktu cepat berlalu, sekian tahun berganti. Aku lihat dengan mata kepalaku, banyak hal yang telah terjadi pada rumahku dan keluargaku. Aku hampir tidak dapat melihat dan mendengar canda tawa binatang yang biasa berlindung kepadaku. Hal yang sama juga terjadi kepada keluargaku, setiap hari kami hidup dalam ketakutan, menunggu kabar yang dibawa oleh angin tentang pembunuhan – pembunuhan yang dilakukan oleh makhluk asing itu kepada keluarga dan binatang – binatang di sekitarku. Aku tak percaya betapa cepatnya waktu merubah makhluk asing itu, masih segar dalam ingatanku betapa berbudinya nenek moyang mereka terdahulu, kami hidup berdampingan dan mereka selalu segan dengan keberadaanku, keberadaan kami, iya keluargaku. Disanjung – sanjungnya kami dan mereka berkata kamilah ibu kehidupan, memberikan nafas hingga mereka bisa merasakan desir angin seperti saat ini. Aku tak percaya betapa cepatnya waktu merubah makhluk asing itu, cerita angin kepada kami, dipotongnya satu persatu saudaraku di lereng gunung dekat rumahku, tanpa memilih mana keluarga tua dan mudaku, dibabat penuh sampai habis.
                Waktu juga membuat makhluk asing itu menjadi buas, sepeti binatang – binatang yang biasa bermain di bawahku, bahkan lebih buas. Mereka memburu, menyiksa dan membunuh binatang apapun yang berada di sekitar mereka tanpa pandang bulu. Cerita angin kepadaku bahkan mereka juga membunuh orang utan yang biasa  bergelayut di dahanku, ah sungguh malang. Sampai suatu ketika, aku tak hanya mendengar cerita angin lagi. Malam sebelum kejadian itu, angin datang kepada keluargaku, mengingatkan kami bahwa makhluk asing itu sudah dekat dengan rumahku. Aku dapat melihat betapa banyak peralatan yang ia bawa, watak binatang terlihat jelas di wajah – wajah mereka, tapi fisik mereka bukanlah binatang. Salah satu ketua dari mereka melihat dan memilih pohon mana yang akan mereka tebang diantara keluargaku, hingga matanya tertuju pada sebatang pohon yang masih lebih kecil dariku, ia adalah sebatang pohon cemara yang ukurannya bahkan sangat jauh denganku. “Mereka pasti akan membunuhku kakek, ukuranku yang paling mudah ditebang dengan peralatan yang mereka bawa saat ini” isak cemara kecil. Kami hanya bisa menangis ketika melihat segerombolan makhluk asing itu mulai menebang cemara kecil. Gesekan gergaji beriringan dengan tangis cemara yang akan mengakhiri kehidupannya, juga tangis kami yang melihat pembunuhan atas keluarga kami, atau tangis karena kami juga menunggu giliran ajal yang menyemput kami?
                Satu per satu keluargaku telah ditebang, kini hanya tertinggal sebagian kecil dari anggota kami yang bahkan tidak pantas untuk hidup lagi karena kami sudah tua, seharusnya cucu – cucu kamilah yang berhak menjalani kehidupan ini. Walaupun memang ukuran kami sangat besar. Pernah sekali makhluk asing itu mencoba untuk menebangku, dikerahkannya banyak anggota mereka, tapi peralatan mereka tidak sanggup untuk merobohkanku. “Kreet…..kreett..kreett…” suara gesekan gergaji kala itu, sakit sekali rasanya, tapi begitu mereka tidak dapat merobohkanku, ditinggalkannya aku begitu saja dengan luka yang tersisa. Kekejaman mereka tak sampai di situ saja, tidak puas dengan menebang keluargaku, mereka menebar minyak tanah disekitar rumahku, rumah kami dibakar habis. Selalu terbayang dimataku betapa besarnya kobaran api kala itu, rumah kami terbakar habis, keluargaku yang masih tersisa menangis meraung karena kami harus merasakan betapa panasnya kobaran api yang menjalar di tubuh kami.
                Jika kau percaya bahwa pohon juga punya kisah, maka dengarkanlah aku. Siang hari ketika kau melihat sebatang pohon di dekatmu, maka sentuhlah pohon itu. Rasakan bahwa sebatang pohon sepertiku akan menceritakan sebuah kisah yang berbeda kepadamu. Kisahku mungkin hanyalah sebuah dongeng usang bagimu, tapi percayalah bahwa makhluk asing itu memang benar ada di sekitarmu. Jika kau bertemu makhluk asing itu, maka berhati – hatilah karena aku tidak ingin mereka juga menyakitimu dan melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan kepada keluargaku. Dan aku lupa memberitahumu, makhluk asing itu bernama Manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Mungil

Tentang Wanita yang Berjuang Demi Keluarga (1)

Sampah dan Kehidupan Di Sekeliling Kita