Si Tou Timou Tumou Tou
-Aku ingin hidup seperti pohon kelapa
yang tinggi batangnya untuk apa saja
yang panjang daunnya untuk atap rumah
yang kecil lidinya untuk sapu halaman
yang manis airnya untuk dahaga
yang tua buahnya untuk rempah - rempah
yang tak berbuah untuk gula
aku ingin menjadi manusia yang cukup berguna-
Setiap perjalanan yang kita lewati, selalu menunjukkan sisi - sisi lain kehidupan. Hal - hal kecil yang sering kita abaikan, atau tidak terlalu kita perhatikan. Terkadang sifat egois yang terlalu bertumpu pada diri sendiri membuat kita lupa bahwa hidup bukan hanya tentang diri sendiri, tapi juga orang lain.
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk main - main ke desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Banyuwangi. Desa yang cukup jauh letaknya dari pusat kota, saya ke sana bersama teman saya yang kebetulan rumahnya di sana. Sekilas saya merasa seperti pulang kampung ke kampung masa kecil saya, Buleleng. Sangat mirip hingga saya bisa flashback ke masa kecil saya.
Desa yang sepi dan damai, dengan jarak antar rumah yang cukup jauh, penerangan yang minim, jauh dari dagang dan lain - lain, membuat tempat ini cukup nyaman untuk berhenti sejenak dari kebisingan kota.
Di tempat ini, saya menginap di rumah keluarga yang penuh dengan cerita dan sangat bersahabat. Sesekali saya suka melakukan obrolan kecil dengan orang - orang yang menurut saya menarik untuk diajak mengobrol. Oleh Ria (teman saya), saya dikenalkan dengan Bapak Hari, pamannya yang sehari - hari bekerja sebagai pembuat gula merah dari nira kelapa. Pak Hari melakukan kerjasama bagi hasil dengan para pemilik pohon kelapa.
Setiap pagi Pak Hari akan memanjat pohon kelapa (yang rata - ratanya tingginya lebih dari 7 meter) untuk mengambil air nira (atau air legen), sore harinya pohon kelapa itu dicek lagi biar esok pagi air kelapanya keluar lagi (begitu seterusnya).
Setiap pagi Pak Hari akan memanjat pohon kelapa (yang rata - ratanya tingginya lebih dari 7 meter) untuk mengambil air nira (atau air legen), sore harinya pohon kelapa itu dicek lagi biar esok pagi air kelapanya keluar lagi (begitu seterusnya).
Kebetulan pohon yang disewa sama Pak Hari saat itu sekitar 22 pohon kelapa. Dan beliau memanjat pohon tersebut tanpa pengamanan, malah cenderung membahayakan karena membawa senjata tajam untuk memotong kelapanya (entah bagian apanya).
Setelah air niranya terkumpul, lalu Pak Hari akan mengolah air itu menjadi gula merah. Membutuhkan waktu yang cukup lama, lamaaaaaaa banget biar itu air bisa jadi gula merah. Hampir seharian, jadi itu air nira dimasak pakai kayu bakar, kalau udah matang harus diaduk sampai kental (kayak buat dodol). Ngaduknya itu juga harus pakai tenaga, panas dan berat.
Setelah gulanya jadi, dan lumayan dingin, istri Pak Hari akan meletakkan ke cetakan - cetakannya.
Keluarga sederhana yang melakukan kerjasama untuk kehidupan mereka, dengan sesekali bercengkrama dan berbagi tawa bersama di rumah yang sederhana pula.
Setelah malam, saya kembali ke rumah Ria. Keluarga bibinya Ria, adiknya Pak Hari, namanya Mak Titut. Mak Titut bekerja di Muncar, di sebuah pabrik ikan sarden. Beliau berangkat kerja dari jam 6 pagi hingga jam 11 malam (saat saya menginap di sana, beliau pulang jam 4 subuh, karena ada target pengiriman ikan sarden). Jadi kita di sana hanya bersama Pak Mardi, pamannya Ria yang baik dan suka bercerita. Rumah yang sederhana sekali, rumah yang sore harinya hanya terdengar suara TV dan obrolan jangkrik dan binatang malam lainnya.
Pak Mardi bekerja sebagai pemanjat pohon kelapa, mencari janur dan kelapanya yang dikirim ke Bali, tapi ini bukan pekerjaan yang beliau lakoni setiap hari (tergantung panggilan). Setiap malam, sambil menonton TV, Pak Mardi suka membuat anyaman yang berbahan dari plastik bekas. Jadi tetangga - tetangga beliau ini suka ngumpulin bekas pembungkus kopi kemasan, mie instan dan lain - lain yang akan diolah oleh Pak Mardi menjadi tikar.
Sebenarnya keahlian Pak Mardi ini sangat berpotensi apabila dikembangkan, apalagi saat ini plastik atau sampah adalah isu yang tidak ada habisnya untuk dibahas.
Setelah jadi, tikarnya bisa digunakan dirumah, seperti pada foto ini.. (Alasnya itu dari tikar hasil anyaman yang dibuatr dari plastik bekas itu)
Sebenarnya keahlian Pak Mardi ini sangat berpotensi apabila dikembangkan, apalagi saat ini plastik atau sampah adalah isu yang tidak ada habisnya untuk dibahas.
Setelah jadi, tikarnya bisa digunakan dirumah, seperti pada foto ini.. (Alasnya itu dari tikar hasil anyaman yang dibuatr dari plastik bekas itu)
Melihat lebih dekat dengan kesederhanaan keluarga ini, saya menjadi sangat - sangat bersyukur bisa diajak ke tempat ini. Keluarga ini bukan pun keluarga yang kekurangan seperti yang ada di reality show, bukan. Tapi keluarga ini sederhana dalam menjalani kehidupan, anak - anak mereka sekolah seperti anak - anak kebanyakan. Sederhana. Sederhana sekali. Keluarga ini berjuang dengan kesederhanaan yang ada untuk memajukan anak - anaknya, dengan perjuangan yang tidak perlu dipertanyakan lagi.
Mereka mengajarkan bagaimana caranya untuk merasakan sederhana dan berkecukupan. Hidup itu tentang menentukan dan menjalani standar. Hidup seperti apa yang kita standarkan, dan bagaimana kita akan menjalaninya, dan seperti apa hidup itu akan dinikmati. Kalau standar hidup yang kita tetapkan terlalu tinggi, sedangkan kita masih di bawah dan selalu menoleh atau membanding - bandingkan dengan orang lain, sepertinya nikmatnya hidup itu akan sulit dirasakan.
Saya masih belajar untuk memaknai hal - hal kecil dalam hidup, mensyukuri waktu yang dilewati dengan sangat - sangat bersyukur. Sangat berterima kasih kepada Tuhan atas semua yang telah diberikan. Kata orang bijak, hidup bukan hanya soal materi, Semoga semakin jauh berjalan, kita semakin memaknai dan menjiwai apa itu kehidupan.
Semoga juga dalam perjalanan waktu yang kita rakit, kita bisa menjadi manusia yang memanusiakan manusia lainnya, yang hidup berdampingan saling mengasihi. -Si Tou Timou Tumou Tou, Sam Ratulangi-
Semoga juga dalam perjalanan waktu yang kita rakit, kita bisa menjadi manusia yang memanusiakan manusia lainnya, yang hidup berdampingan saling mengasihi. -Si Tou Timou Tumou Tou, Sam Ratulangi-
Komentar
Posting Komentar